PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara
umum tugas utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan. Kemudian dana yang telah terkumpul tersebut disalurkan kembali kepada
masyarakat dalam bentuk pinjaman (kredit), serta memberikan jasa-jasa bank
lainnya. Untuk bisa menghimpun dana dari masyarakat, maka bank memiliki
keharusan untuk meyakinkan nasabah bahwa uang yang mereka titipkan dijamin
keamanannya. Dengan demikian, agar bisa memberikan keamanan kepada para nasabah,
maka bank tersebut haruslah likuid.
Krisis di
sektor keuangan yang terjadi saat ini telah membawa dampak yang luas, pada
pasar surat-surat berharga, pada sektor perbankan dan lebih jauh lagi pada
sektor riil.
Kajian
mengenai likuiditas di dunia perbankan, merupakan satu keharusan yang harus
dilakukan, baik itu oleh pihak perbankan, praktisi keuangan, ataupun
pihak-pihak ketiga yang berencana menitipkan dananya di bank. Pentingnya
penilaian atas likuiditas suatu bank, merupakan salah satu cara untuk bisa
menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi yang sehat, cukup sehat, kurang
sehat, dan tidak sehat. Salah satu penyebab kebangkrutan suatu bank adalah
karena ketidakmampuannya dalam memenuhi kebutuhan likuiditasnya. Oleh karena
itu, likuiditas yang tersedia harus cukup sehingga tidak mengganggu kebutuhan
operasional.
Krisis di
sektor keuangan yang terjadi saat ini telah membawa dampak yang luas, pada
pasar surat-surat berharga, pada sektor perbankan dan lebih jauh lagi pada
sektor riil.[1]
B. Rumusan Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan manajemen likuiditas bank syariah?
2. Bagaimana
instrument manajemen likuiditas bank syariah dan bagiman mekanisme
operasionalnya?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan manajemen likuiditas bank syariah.
2. Untuk
lebih mengetahui bagaimana instrument manajemen likuiditas bank syariah dan
bagiman mekanisme operasionalnya.
D. Manfaat Pembahasan
1. Menambah
khazanah keilmuan tentang manajemen likuiditas bank syariah, dan apa saja yang
menyebabkan likuiditasnya suatu bank syariah.
2. Memperluas
dan lebih menahami tentang instrument manajemen likuiditas bank syariah dan
bagiman mekanisme operasionalnya.
PEMBAHASAN
MANAJEMEN
LIKUIDITAS BANK SYARIAH
A. Pengertian Likuiditas Bank
Pengertian likuiditas pada umumnya adalah mengenai posisi
uang kas suatu perusahaan dan kemampuannya untuk memenuhi kewajiban (membayar
utang) yang jatuh tempo tepat pada waktunya. Apabila dikaitkan dengan lembaga
bank, berarti kemampuan bank setiap waktu untuk membayar utang jangka pendeknya
apabila tiba-tiba ditagih oleh nasabah atau pihak-pihak terkait. Jadi yang
dimaksud likuiditas disini adalah kemapuan mengubah aset menjadi uang tunai
dari masing-masing bank yang bersangkutan. Dalam pengelolaan dana, bank
mengalami salah satu dari hal di bawah ini:
1. Posisi
seimbang (squere), di mana persediaan dana sama dengan kebutuhan dana
yang tersedia.
2. Posisi
lebih (long), di mana persediaan dana lebih dari kebutuhan dana yang
tersedia; dan
3. Posisi
kurang (short), di mana persediaan dana kurang dari kebutuhan dana.[2]
Dalam kegiatan operasional, bank dapat mengalami
kelebihan atau kekurangan likuiditas. Apabila terjadi kelebihan, maka hal itu
dianggap sebagai keuntungan bank. Sedangkan jika terjadi kekurangan likuiditas,
maka bank memerlukan sarana untuk menutupi kekurangan tersebut.
Dalam terminologi keuangan dan perbankan terdapat
banyak pengertian mengenai likuiditas, beberapa diantaranya dapat disebutkan
sebagai berikut: “Likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi kemungkinan ditariknya
deposito/simpanan oleh deposan/penitip”. Dengan kata lain, menurut definisi
ini, suatu bank dikatakan likuid apabila dapat memenuhi kewajiban penarikan
uang dari pada penitip dana maupun dari para peminjam/debitur. “Likuiditas
adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban hutang-hutanya, dapat membayar
kembali semua deposannya, serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan
para debitur tanpa terjadi penangguhan.” Dalam terminologi yang hampir sama,
dapat disebutkan bahwa “likuiditas adalah kemampuan bank untuk menyediakan
saldo kas dan saldo harta likuid yang lain untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya,
khususnya untuk:[3]
1. Menutup jumlah reserves required.
2. Membayar chek, giro berbunga,
tabungan dan deposito berjangka milik nasabah yang diuangkan kembali;
3. Menyediakan dana kredit yang
diminta calon debitur sehat, sebagai bukti bahwa mereka tidak menyimpang dari
kegiatan utama bank yaitu pemberian kredit.
4. Menutup berbagai macam kewajiban
segera lainnya.
5. Menutup kebutuhan biaya
operasional perusahaan.
Berdasarkan pengertian-pengertian
tersebut di atas dapat disimpulkan secara singkat bahwa likuiditas adalah
kemampuan suatu bank atau suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban
jangka pendeknya.
B. Mekanisme Pengelolaan Likuiditas di Bank Syariah
Transaksi pembayaran dalam aktivitas perbankan
dilakukan melalui mekanisme kliring dengan membebankan rekening giro bank yang
bersangkutan pada Bank Indonesia (BI). Apabila dalam pelaksanaan, saldo bank
menjadi kurang dari Giro Wajib Minimum (GWM), maka bank atau kantor cabangnya
dikenakan kewajiban membayar. Untuk ketentuan mengenai besarnya mata uang dan
mekanisme GWM bagi Bank Umum Syariah, kini telah ada pengaturannya tersendiri,
yaitu PBI No. 6/21/PBI/2004 tentang Giro Wajib Minimum dalam Rupiah dan Valuta
Asing bagi bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah.
Bagi bank syariah yang mengalami kekurangan dana
dapat menerbitkan sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (IMA) yang
merupakan sarana penanaman modal bagi bank syariah maupun bank konvensional.
Berdasarkan ketentuan Pasal 3 PBI No. 2/8/PBI/2000, sertifikat IMA adalah
satu-satunya peranti yang digunakan dalam operasional Pasar Uang Antarbank
Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS).
Dalam aktivitas PUAS, transaksi pembayaran juga
dilakukan melalui mekanisme kliring dengan membebankan rekening giro bank
syariah yang bersangkutan di BI. Ketentuan mengenai kliring ini diatur dalam
PBI No. 2/4/PBI/2000 tanggal 11 Februari
2000 bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Bank Umum Konvensional.
Kliring bagi Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha
Syariah Umum Konvensional (UUS BUK) dan GWM intinya mengatur teknis pendukung
mekanisme PUAS, misalnya mengenai jumlah rekening yang harus ada di BI
masing-masing BUS maupun UUS BUK dan penanggungan saldo giro negatif untuk
kegiatan usaha konvensional dan usaha syariah. Sedangkan untuk menjaga
kestabilan moneter bank syariah peserta PUAS, BI menyerap kelebihan likuiditas
bank-bank syariah melalui penerbitan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI)
yang didasari pada prinsip wadiah (titipan). Untuk mengatasi mismatch
(kekurangan arus dana masuk dari arus dana keluar) pada aktifitas bank syariah
kesehariannya dapat diatasi dengan melalui Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek
Bagi Bank Syariah (FPJPS).[4]
C. Manajemen Likuiditas
1. Sisi
Penghimpunan Dana, sebagian besar dana masyarakat yang diterima bank sifatnya
jangka pendek.
a. Produk
Giro, misalnya dengan media penarikan berupa cek atau bilyet giro, memang
dimaksudkan untuk kemudahan nasabah melakukan transaksi, baik menerima uang
atau membayar uang kepada mitranya. Sehingga periode waktu pengendapan
dana-dana giro bersifat sangat jangka pendek. Salah satu ukuran yang digunakan
untuk melihat beberapa dana-dana giro yang benar-benar mengendap di bank adalah
floating rate (FR).
FR = (rata-rata jumlah
dana yang mutasi/rata-rata total dana) x 100% bila rasio FR untuk dana giro
berkisar 70-80%, berarti hanya 20-30% dari dana giro yang benar-benar mengendap
di bank.
b. Produk
tabungan relatif lebih lama mengendap di bank karena tidak menggunakan alat
tarik cek dan bilyet giro. Biasanya ada dua cara yang dilakukan bank untuk
menurunkan FR tabungan, yaitu dengan:
1)
Mendorong
nasabah melakukan transaksi non tunai, misalnya transfer dana dari satu
rekening ke rekening lainnya, sehingga dananya tetap menghadap di bank.
2)
Menyediakan ATM
yang dapat menerima setoran sehingga dana yang ditarik tergantikan oleh dana
yang disetor.
Pada
mutasi tabungan individu beragam bergantung besaran jumlahnya dan profil nasabahnya.
Untuk nasabah kategori “pegawai” dengan jumlah tabungan kecil, biasanya setoran
masuk satu kali sebulan, sedangkan penarikan 1-3 kali sebulan.
c. Produk
deposito relatif lebih dapat diprediksi waktu mengendapnya karena telah jelas
tenornya. Saat ini tenor deposito di Indonesia terdiri dari 1 bulan, 3 bulan, 6
bulan, dan 12 bulan. Untuk mengurangi dorongan nasabah mencairkan depositonya
sebelum waktu yang diperjanjikan, biasanya bank mengenakan “denda pencairan
sebelum jatuh tempo.” Secara statistik, FR untuk produk deposito mendekati
nihil.
2. Sisi
Penyaluran Dana, sebagian besar dana dana yang disalurkan bank kepada
masyarakat sifatnya jangka menengah panjang.
a. Pembiayaan
konsumer biasanya ditawarkan dengan menggunakan akad murabahah atau akad
ijarah. Untuk pembiayaan consumer multiguna, dikembangkan pula produk
berdasarkan fatwa Pembiayaan Multi Jasa dengan jangka waktu satu tahun.
Pembiayaan consumer lainnya antara lain:
1)
Pembiayaan
Kepemilikan Motor dan Mobil biasanya ditawarkan dengan akad murabahah.
Untuk motor biasanya berjangka waktu 1-3 tahun, sedangkan untuk mobil biasanya berjangka
waktu 1-5 tahun.
2)
Pembiayaan
Kepemilikan Rumah biasanya ditawarkan dengan akad murabahah, Ijarah
Muntahiya Bit Tamlik (IMBT), atau musyarakah mutanaqishah dengan jangka
waktu 3-20 tahun. Biasanya untuk jangka yang lebih pendek menggunakan akad murabahah,
untuk jangka yang lebih panjang menggunakan kedua akad lainnya.
b. Pembiayaan
modal kerja biasanya ditawarkan dengan menggunakan akad murabahah dengan
pengadaan barang, akad ijarah untuk pengadan jasa, atau akad mudharabah
untuk membiayai bisnis yang mempunyai tingkat prediktibilitas hasil yang
akurat. Biasanya jangka waktu pembiayaan jenis ini antara 1-3 tahun. [5]
c. Pembiayaan
investasi biasanya ditawarkan dengan menggunakan murabahah, ijarah
muntahiya bit tamlik (IMBT), mudharabah, atau musyarakah mutanaqishah.
Akad murabahah biasanya digunakan untuk jangka waktu yang lebih pendek,
sedangkan akad-akad lainnya digunakan untuk jangka waktu yang lebih panjang.
Dari uraian ini tapak
sebagian besar dana yang disalurkan bank kepada masyarakat sifatnya jangka
menengah panjang.[6]
D. Manajemen Gap Likuiditas
Penghimpunan
dana merupakan sisi liabilities, sedangkan penyaluran dana merupakan sisi aset
dari suatu bank. Secara umum manajemen likuiditas dilakukan dengan:
1. Bila
terjadi kekurangan likuiditas dalam hal bank syariah mencari dana antara lain
dengan:
a. Menjual
asset likuidnya agar mendapat likuiditas dalam hal bank syariah memiliki asset
likuid.
b. Menerima
penempatan dana/likuiditas dari bank syariah lain atau institusi/individu lain
secara syariah dalam hal:
1)
Bank syariah
tidak memiliki aset likuid yang tidak dapat dijual, atau
2)
Secara ekonomis
lebih menguntungkan melakukan penempatan dana/likuiditas dari bank syariah lain
atau institusi/individu lain secara syariah daripada menjual asset likuidnya
agar mendapat likuiditas dalam hal bank syariah memiliki asset likuid.
3)
Secara ekonomis
lebih menguntungkan melakukan kombinasi antara keduanya.
2. Bila
terjadi kelebihan likuiditas, bank syariah menempatkan dana antara lain dengan:
a.
Membeli aset
likuid agar likuiditasnya produktif.
b.
Menempatkan dana
ke bank syariah lain atau institusi lain secara syariah dalam hal:
1)
Tidak tersedia aset
likuid syariah di pasar, atau
2)
Secara ekonomi
lebih menguntungkan menempatkan dana ke bank syariah lain atau institusi lain
secara syariah daripada membeli asset likuid agar likuiditasnya produktif.
3)
Secara ekonomis
lebih menguntungkan melakukan kombinasi dengan melakukan kombinasi keduanya.[7]
E. Instrumen Manajemen Likuiditas
Instrumen yang saat ini tersedia untuk melakukan manajemen
likuiditas bank syariah melalui Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) antara lain
sebagai berikut:
1. Sertifikat
Bank Indonesia Syariah (SBIS)
SBIS
adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam
mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, karakteristik SBIS:[8]
a. Menggunakan
akad ju’alah
b. Satuan
unit sebesar Rp. 1000.000,00
c. Berjangka
waktu paling kurang 1 bulan dan paling lama 12 bulan
d. Diterbitkan
tanpa warkat (scriples)
e. Dapat
digunakan kepada Bank Indonesia
f. Tidak
dapat diperdagangkan di pasar skunder
Akad ju’alah adalah janji atau
komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan tertentu (‘iwadh/ju’l) atas
pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan. Dalam
hal ini BI menugaskan kepada bank-bank syariah “carikan dana sejumlah sekian
untuk jangka waktu sekian lama; bila berhasil maka akan aku beri imbalan atas
keberhasilanmu itu”. Secara lebih rinci, fatwa DSN-MUI No. 64/2007 mengatur
sebagai berikut, ketentuan akad:
a. SBIS
ju’alah sebagai instrument moneter boleh diterbitkan untuk pengendalian
moneter dan pengelolaan likuiditas perbankan syariah.
b. Dalam
SBIS ju’alah, Bank Indonesia bertindak sebagai ja’il (pemberi
pekerjaan); bank syariah bertindak sebagai maj’ulah (penerima pekerjaan);
dan objek/underlying ju’alah (mahall al-‘aqd) adalah persitipasi
bank syariah untuk membantu tugas bank Indonesia dalam pengendalian moneter
melalui penyerapan likuiditas dari masyarakat dan menempatkannya di Bank
Indonesia dalam jumlah dan waktu tertentu.
c. Bank
Indonesia dalam operasi moneternya melalui penerbitan SBIS mengumumkan target
penyerapan likuiditas kepada bank-bank syariah sebagai upaya pengendalian
moneter dan menjanjikan imbalan (reward/’iwadh/ju’l) tertentu bagi yang
turut berpartisipasi dalam pelaksanaannya.
Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional
(DSN)- Majlis Ulama Indonesia, SBIS juga dapat diterbitkan dengan menggunakan
akad mudharabah, musyarakah, wadiah, qardh, dan wakalah. Selanjutnya BI
mengatur lebih rinci sebagai berikut:
a. SBIS
diterbitkan melalui mekanisme lelang.
b. Pihak
yang dapat ikut seta dalam lelang SBIS:
1)
Bank Umum
Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS) atau pialang yang bertindak untuk
dan atas nama BUS/UUS; dan
2)
BUS atau UUS,
baik sebagai peserta tidak langsung, wajib memenuhi persyaratan Financing to
Deposit Ratio (FDR) yang ditetapkan Bank Indonesia.
c. Bank
Indonesia memberikan imbalan atas SBIS yang diterbitkan.[9]
2. Deposito
Antar-Bank Syariah
Sebagai
sarana pengelolaan likuiditas, Bank Syariah dapat menggunakan sarana deposito
antarbank, baik dalam penempatan dananya maupun dalam memenuhi kebutuhan
dananya. Deposito antarbank ini menggunakan prinsip mudharabah. Mudharabah
adalah perjanjian antara penanam dana dan pengelola dana untuk melakukan
kegiatan usaha guna memperoleh keuntungan, dan keuntungan tersebut akan
dibagikan kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakatai
sebelumnya.
3. Sertifikat
Investasi Mudharabah Antar-Bank Syariah (SIMA)
Adalah
sertifikat yang diterbitkan oleh Bank Syariah atau UUS yang digunakan sebagi
sarana investasi jangka pendek di PUAS dengan akad mudharabah.
SIMA
diterbitkan oleh bank pengelola dana (Bank Syariah atau UUS) dengan jangka
waktu paling lama 365 hari dan dapat diperjualbelikan (tradeable), sepanjang
belum jatuh tempo. SIMA yang diterbitkan oleh bank pengelola dana harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Diterbitkan
dengan akad mudharabah
b. Dapat
diterbitkan baik dalam rupiah maupun valuta asing
c. Dapat
diterbitkan dengan atau tanpa warkat (scriptless), dengan
sekurang-kurangnya mencantumkan invormasi: nalai nominal investasi; nisbah bagi
hasil; jangka waktu investasi; indikasi tingkat imabalan SIMA sebelum
didistribusikan pada bulan terakhir.
d. Berjangka
waktu satu hari (overnight), sampai 365 hari
e. Dapat
diperdagangkan (tradable) sepanjang belum jatah waktu
Mekanisme penerbitan
SIMA tersebut adalah sebagai berikut:
a. Bank
Syariah atau UUS dapat menerbitkan SIMA
b. Bank
Syariah, UUS, atau Bank Konvensional dapat membeli SIMA
c. Penerbitan
SIMA menginformasikan kepada pembeli SIMA antara lain:
1)
Nilai nominal
investasi;
2)
Nisbah bagi
hasil;
3)
Jangka waktu
investasi;
4)
Indikasi tingkat
imbalan SIMA sebelum didistribusikan pada bulan terahir.
d. Dalam
hal terjadi pemindahtanganan SIMA, pembeli SIMA terahir harus memberitahukan
kepada penerbit SIMA. Hal ini dimaksudkan agar memudahkan penerbit SIMA dalam
membayar nominal investasi pada saat jatuh waktu dan pembayaran imbalan.
4. Fasilitas
Bank Indonesia Bank Syariah (FASBIS)
Jangka
waktu FASBIS maksimum 7 hari dengan sistem imbalan berupa fee, dan diterbitkan
tanpa bukti kepemilikan (warkat) melainkan bukti pendebetan atau pengkreditan
rekening giro bank berupa convirmation advice pada system BI-RTGS. Tidak
dapat diperdagangkan, tidak dapat diagungkan, dan tidak dapat dicairkan sebelum
jatuh waktu.
5. Fasilitas
Pembiayaan Jangka Pendek Bagi Bank Syariah (FPJPS)
Adalah
instrument dari Bank Indonesia sebagai The Leader Of Last Resort bagi
Bank-bank syariah yang mengalami kesulitan likuiditas atau kesulitan pendanaan
jangka pendek yang disebabkan oleh terganggunya arus dana masuk yang lebih
kecil dibandingkan dengan arus dana keluar (mismatch).
Bank
syariah yang mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek sehingga pada akhir hari
tidak dapat menyelesaikan kewjibannya, dapat memperoleh FPJPS. FPJPS diberikan
maksimum sebesar kewajiban yang tidak dapat diselesaikan.[10]
Tujuan
dari diberlakukan FPJPS ini, adalah untuk membantu Bank Syariah mengalami
kesulitan pendanaan jangka pendek, namun memenuhi persyaratan tingkat kesehatan
dan permodalan (illiquid but solvent). Dan mekanisme operasional FPJPS
yaitu: penggunaan FPJPS dilakukan dengan alasan, karena apabila saldo negative
tersebut tidak ditutup sampai dengan pukul 09.00 WIB, hari kerja berikutnya,
maka bank tersebut dapat dikenakan sanksi penghentian sementara dari kliring
local Bank Indonesia. Rumus perhitungan besarnya imbalan FPJPS adalah:
X
= P x R x k x t/360
Keterangan:
X
= Besarnya imbalan yang diterima Bank Indonesia
P
= Jumlah nominal FPJPS
R
= Realisasi tingkat imbalan sebelum didistribusikan pada bulan terakhir atas
deposito mudharabah 1 bulan bank penerima FPJPS dalam hal deposito mudharabah 3
bulan tidak tersedia.[11]
6. Fasilitas
Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum Berdasarkan Prinsip Bank Syariah (FLIS)
Untuk
mengatasi timbulnya kemacetan dalam sistem pembayaran dalam implementasi
BI-RTGS maka Bank Indonesia memandang perlu untuk menyediakan fasilitas
pendanaan untuk jangka waktu yang sangat pendek berdasarkan prinsip syariah
selama waktu operasional system BI-RTGS dalam bentuk FLIS-RTGS yang wajib
dilunasi leh bank pada akhir hari yang sama.
Di
samping itu, untuk mengantisipasi kemungkinan kegagalan bank dalam memenuhi
kewajibannya sebagai peserta dalam SKNBI, Bank Indonesia juga memandang perlu
untuk menyediakan fasilitas pendanaan untuk jangka waktu yang sangat pendek
berdasarkan prinsip syariah selama waktu operasional berupa FLIS Kliring yang
wajib dilunasi pada akhir hari yang sama.
Fasilitas
Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah (FLIS)
didefinisikan sebagai berikut:
a. FLIS
adalah fasilitas pendanaan yang disediakan Bank Indonesia kepada bank dalam
kedudukan sebagai peserta Sistem BI-RTGS (BI- Real Time Gross Settlement)
dan SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia), yang harus dilunasi pada
hari yang sama dengan hari penggunaan.
b. FLIS
dalam rangka RTGS bagi bank yang selanjutnya disebut dengan FLIS-RTGS adalah
FLIS untuk mengatasi kesulitan pendanaan bank yang tejadi selama jam
operasional system BI-RTGS.
c. FLIS
dalam rangka Kliring bagi bank yang selanjutnya disebut FLIS Kliring adalah
FLIS untuk mengatasi kesulitan pendanaan bank yang terjadi saat penyelesaian
akhir atas hasil kliring debet.[12]
PENUTUP
A. Kesimpulan
Likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban
hutang-hutanya, dapat membayar kembali semua deposannya, serta dapat memenuhi permintaan
kredit yang diajukan para debitur tanpa terjadi penangguhan. Dalam terminologi
yang hampir sama, dapat disebutkan bahwa likuiditas adalah kemampuan bank untuk
menyediakan saldo kas dan saldo harta likuid yang lain untuk memenuhi
kewajiban-kewajibannya, khususnya untuk :
1.
Menutup jumlah reserves required.
2. Membayar chek, giro berbunga,
tabungan dan deposito berjangka milik nasabah yang diuangkan kembali.
3. Menyediakan dana kredit yang
diminta calon debitur sehat, sebagai bukti bahwa mereka tidak menyimpang dari
kegiatan utama bank yaitu pemberian kredit.
4.
Menutup berbagai macam kewajiban segera lainnya.
5.
Menutup kebutuhan biaya operasional perusahaan.
Instrumen Manajemen
Likuiditas:
1. Sertifikat
Bank Indonesia Syariah (SBIS)
2. Deposito
Antar-Bank Syariah
3. Sertifikat
Investasi Mudharabah Antar-Bank Syariah (SIMA)
4. Fasilitas
Bank Indonesia Bank Syariah (FASBIS)
5. Fasilitas
Pembiayaan Jangka Pendek Bagi Bank Syariah (FPJPS)
6. Fasilitas
Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum Berdasarkan Prinsip Bank Syariah (FLIS)
B. Penutup
Berkat
rahmat Allah SWT yang telah memberikan taufiq, hidayah,
dan pertolongannya sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini. Shalawat
serta salam tidak lupa penulis haturkan kepada Nabi kita Muhammad saw. yang
telah memberikan uswatun hasanah (contoh yang baik) pada kita. Penulis
menyadari sekalipun sudah mencurahkan segala usaha dan kemampuan menyusun
makalah ini, namun masih terdapat kekurangan di sana sini tentu masih ada,
karena memang manusia diciptakan dengan tetap membawa kekurangan dan keterbatasan
kemampuanya.
Oleh karena
itu, segala saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak senantiasa
penyusun harapkan, semoga skripsi ini dapat membawa manfaat khususnya bagi
penyusun sendiri dan umumnya bagi yang membacanya Amin ya rabbal ‘alamiiin.
[3]
Julius
R. Latumaerissa, Mengenal Aspek-aspek Operasi Bank Umum, (Jakarta: Bumi
Aksara, 1999), Hlm. 106
[4] Ibid, Hlm.
108
[10] Ibid, Hlm. 302-305
[11] Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Cetakan
4, (Jakarta: Pustaka Setia, 2006), Hlm. 202
[12] Ibid, Hlm.
310
[13]http://Likuid.blogspot.com/2011/07/Manajemen-Likuiditas.html, di akses pada tanggal 1 Januari 2013
Casino Slot Machines - Casino - 나비효과.com
BalasHapusCasino Slot 당진 출장마사지 Machines. We provide a wide selection 바카라사이트 of 익산 출장안마 casino 영천 출장안마 games for 제주도 출장마사지 you to enjoy. Learn how to play slots, table games and live casino games at