likuiditas - Sofi Faiqotul Hikmah

Breaking

Ekonomi Syariah Solusi Ekonomi Dunia

About

BANNER 728X90

Minggu, 15 November 2015

likuiditas



PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Secara umum tugas utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan. Kemudian dana yang telah terkumpul tersebut disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman (kredit), serta memberikan jasa-jasa bank lainnya. Untuk bisa menghimpun dana dari masyarakat, maka bank memiliki keharusan untuk meyakinkan nasabah bahwa uang yang mereka titipkan dijamin keamanannya. Dengan demikian, agar bisa memberikan keamanan kepada para nasabah, maka bank tersebut haruslah likuid.
Krisis di sektor keuangan yang terjadi saat ini telah membawa dampak yang luas, pada pasar surat-surat berharga, pada sektor perbankan dan lebih jauh lagi pada sektor riil.
Kajian mengenai likuiditas di dunia perbankan, merupakan satu keharusan yang harus dilakukan, baik itu oleh pihak perbankan, praktisi keuangan, ataupun pihak-pihak ketiga yang berencana menitipkan dananya di bank. Pentingnya penilaian atas likuiditas suatu bank, merupakan salah satu cara untuk bisa menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi yang sehat, cukup sehat, kurang sehat, dan tidak sehat. Salah satu penyebab kebangkrutan suatu bank adalah karena ketidakmampuannya dalam memenuhi kebutuhan likuiditasnya. Oleh karena itu, likuiditas yang tersedia harus cukup sehingga tidak mengganggu kebutuhan operasional.
Krisis di sektor keuangan yang terjadi saat ini telah membawa dampak yang luas, pada pasar surat-surat berharga, pada sektor perbankan dan lebih jauh lagi pada sektor riil.[1]

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan manajemen likuiditas bank syariah?
2.      Bagaimana instrument manajemen likuiditas bank syariah dan bagiman mekanisme operasionalnya?

C.    Tujuan Pembahasan
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan manajemen likuiditas bank syariah.
2.      Untuk lebih mengetahui bagaimana instrument manajemen likuiditas bank syariah dan bagiman mekanisme operasionalnya.

D.    Manfaat Pembahasan
1.      Menambah khazanah keilmuan tentang manajemen likuiditas bank syariah, dan apa saja yang menyebabkan likuiditasnya suatu bank syariah.
2.      Memperluas dan lebih menahami tentang instrument manajemen likuiditas bank syariah dan bagiman mekanisme operasionalnya.










PEMBAHASAN
MANAJEMEN LIKUIDITAS BANK SYARIAH
A.    Pengertian Likuiditas Bank
Pengertian likuiditas pada umumnya adalah mengenai posisi uang kas suatu perusahaan dan kemampuannya untuk memenuhi kewajiban (membayar utang) yang jatuh tempo tepat pada waktunya. Apabila dikaitkan dengan lembaga bank, berarti kemampuan bank setiap waktu untuk membayar utang jangka pendeknya apabila tiba-tiba ditagih oleh nasabah atau pihak-pihak terkait. Jadi yang dimaksud likuiditas disini adalah kemapuan mengubah aset menjadi uang tunai dari masing-masing bank yang bersangkutan. Dalam pengelolaan dana, bank mengalami salah satu dari hal di bawah ini:
1.      Posisi seimbang (squere), di mana persediaan dana sama dengan kebutuhan dana yang tersedia.
2.      Posisi lebih (long), di mana persediaan dana lebih dari kebutuhan dana yang tersedia; dan
3.      Posisi kurang (short), di mana persediaan dana kurang dari kebutuhan dana.[2]
Dalam kegiatan operasional, bank dapat mengalami kelebihan atau kekurangan likuiditas. Apabila terjadi kelebihan, maka hal itu dianggap sebagai keuntungan bank. Sedangkan jika terjadi kekurangan likuiditas, maka bank memerlukan sarana untuk menutupi kekurangan tersebut.
Dalam terminologi keuangan dan perbankan terdapat banyak pengertian mengenai likuiditas, beberapa diantaranya dapat disebutkan sebagai berikut: “Likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi kemungkinan ditariknya deposito/simpanan oleh deposan/penitip”. Dengan kata lain, menurut definisi ini, suatu bank dikatakan likuid apabila dapat memenuhi kewajiban penarikan uang dari pada penitip dana maupun dari para peminjam/debitur. “Likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban hutang-hutanya, dapat membayar kembali semua deposannya, serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan para debitur tanpa terjadi penangguhan.” Dalam terminologi yang hampir sama, dapat disebutkan bahwa “likuiditas adalah kemampuan bank untuk menyediakan saldo kas dan saldo harta likuid yang lain untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya, khususnya untuk:[3]
1. Menutup jumlah reserves required.
2. Membayar chek, giro berbunga, tabungan dan deposito berjangka milik nasabah yang diuangkan kembali;
3. Menyediakan dana kredit yang diminta calon debitur sehat, sebagai bukti bahwa mereka tidak menyimpang dari kegiatan utama bank yaitu pemberian kredit.
4. Menutup berbagai macam kewajiban segera lainnya.
5. Menutup kebutuhan biaya operasional perusahaan.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan secara singkat bahwa likuiditas adalah kemampuan suatu bank atau suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya.

B.     Mekanisme Pengelolaan Likuiditas di Bank Syariah
Transaksi pembayaran dalam aktivitas perbankan dilakukan melalui mekanisme kliring dengan membebankan rekening giro bank yang bersangkutan pada Bank Indonesia (BI). Apabila dalam pelaksanaan, saldo bank menjadi kurang dari Giro Wajib Minimum (GWM), maka bank atau kantor cabangnya dikenakan kewajiban membayar. Untuk ketentuan mengenai besarnya mata uang dan mekanisme GWM bagi Bank Umum Syariah, kini telah ada pengaturannya tersendiri, yaitu PBI No. 6/21/PBI/2004 tentang Giro Wajib Minimum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
Bagi bank syariah yang mengalami kekurangan dana dapat menerbitkan sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (IMA) yang merupakan sarana penanaman modal bagi bank syariah maupun bank konvensional. Berdasarkan ketentuan Pasal 3 PBI No. 2/8/PBI/2000, sertifikat IMA adalah satu-satunya peranti yang digunakan dalam operasional Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS).
Dalam aktivitas PUAS, transaksi pembayaran juga dilakukan melalui mekanisme kliring dengan membebankan rekening giro bank syariah yang bersangkutan di BI. Ketentuan mengenai kliring ini diatur dalam PBI No. 2/4/PBI/2000 tanggal 11 Februari  2000 bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Bank Umum Konvensional.
Kliring bagi Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah Umum Konvensional (UUS BUK) dan GWM intinya mengatur teknis pendukung mekanisme PUAS, misalnya mengenai jumlah rekening yang harus ada di BI masing-masing BUS maupun UUS BUK dan penanggungan saldo giro negatif untuk kegiatan usaha konvensional dan usaha syariah. Sedangkan untuk menjaga kestabilan moneter bank syariah peserta PUAS, BI menyerap kelebihan likuiditas bank-bank syariah melalui penerbitan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) yang didasari pada prinsip wadiah (titipan). Untuk mengatasi mismatch (kekurangan arus dana masuk dari arus dana keluar) pada aktifitas bank syariah kesehariannya dapat diatasi dengan melalui Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Bagi Bank Syariah (FPJPS).[4]

C.    Manajemen Likuiditas
1.      Sisi Penghimpunan Dana, sebagian besar dana masyarakat yang diterima bank sifatnya jangka pendek.
a.       Produk Giro, misalnya dengan media penarikan berupa cek atau bilyet giro, memang dimaksudkan untuk kemudahan nasabah melakukan transaksi, baik menerima uang atau membayar uang kepada mitranya. Sehingga periode waktu pengendapan dana-dana giro bersifat sangat jangka pendek. Salah satu ukuran yang digunakan untuk melihat beberapa dana-dana giro yang benar-benar mengendap di bank adalah floating rate (FR).
FR = (rata-rata jumlah dana yang mutasi/rata-rata total dana) x 100% bila rasio FR untuk dana giro berkisar 70-80%, berarti hanya 20-30% dari dana giro yang benar-benar mengendap di bank.
b.      Produk tabungan relatif lebih lama mengendap di bank karena tidak menggunakan alat tarik cek dan bilyet giro. Biasanya ada dua cara yang dilakukan bank untuk menurunkan FR tabungan, yaitu dengan:
1)        Mendorong nasabah melakukan transaksi non tunai, misalnya transfer dana dari satu rekening ke rekening lainnya, sehingga dananya tetap menghadap di bank.
2)        Menyediakan ATM yang dapat menerima setoran sehingga dana yang ditarik tergantikan oleh dana yang disetor.
Pada mutasi tabungan individu beragam bergantung besaran jumlahnya dan profil nasabahnya. Untuk nasabah kategori “pegawai” dengan jumlah tabungan kecil, biasanya setoran masuk satu kali sebulan, sedangkan penarikan 1-3 kali sebulan.
c.       Produk deposito relatif lebih dapat diprediksi waktu mengendapnya karena telah jelas tenornya. Saat ini tenor deposito di Indonesia terdiri dari 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan. Untuk mengurangi dorongan nasabah mencairkan depositonya sebelum waktu yang diperjanjikan, biasanya bank mengenakan “denda pencairan sebelum jatuh tempo.” Secara statistik, FR untuk produk deposito mendekati nihil.
2.      Sisi Penyaluran Dana, sebagian besar dana dana yang disalurkan bank kepada masyarakat sifatnya jangka menengah panjang.
a.    Pembiayaan konsumer biasanya ditawarkan dengan menggunakan akad murabahah atau akad ijarah. Untuk pembiayaan consumer multiguna, dikembangkan pula produk berdasarkan fatwa Pembiayaan Multi Jasa dengan jangka waktu satu tahun. Pembiayaan consumer lainnya antara lain:
1)        Pembiayaan Kepemilikan Motor dan Mobil biasanya ditawarkan dengan akad murabahah. Untuk motor biasanya berjangka waktu 1-3 tahun, sedangkan untuk mobil biasanya berjangka waktu 1-5 tahun.
2)        Pembiayaan Kepemilikan Rumah biasanya ditawarkan dengan akad murabahah, Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT), atau musyarakah mutanaqishah dengan jangka waktu 3-20 tahun. Biasanya untuk jangka yang lebih pendek menggunakan akad murabahah, untuk jangka yang lebih panjang menggunakan kedua akad lainnya.
b.    Pembiayaan modal kerja biasanya ditawarkan dengan menggunakan akad murabahah dengan pengadaan barang, akad ijarah untuk pengadan jasa, atau akad mudharabah untuk membiayai bisnis yang mempunyai tingkat prediktibilitas hasil yang akurat. Biasanya jangka waktu pembiayaan jenis ini antara 1-3 tahun. [5]
c.    Pembiayaan investasi biasanya ditawarkan dengan menggunakan murabahah, ijarah muntahiya bit tamlik (IMBT), mudharabah, atau musyarakah mutanaqishah. Akad murabahah biasanya digunakan untuk jangka waktu yang lebih pendek, sedangkan akad-akad lainnya digunakan untuk jangka waktu yang lebih panjang.
Dari uraian ini tapak sebagian besar dana yang disalurkan bank kepada masyarakat sifatnya jangka menengah panjang.[6]

D.    Manajemen Gap Likuiditas
Penghimpunan dana merupakan sisi liabilities, sedangkan penyaluran dana merupakan sisi aset dari suatu bank. Secara umum manajemen likuiditas dilakukan dengan:
1.    Bila terjadi kekurangan likuiditas dalam hal bank syariah mencari dana antara lain dengan:
a.    Menjual asset likuidnya agar mendapat likuiditas dalam hal bank syariah memiliki asset likuid.
b.    Menerima penempatan dana/likuiditas dari bank syariah lain atau institusi/individu lain secara syariah dalam hal:
1)        Bank syariah tidak memiliki aset likuid yang tidak dapat dijual, atau
2)        Secara ekonomis lebih menguntungkan melakukan penempatan dana/likuiditas dari bank syariah lain atau institusi/individu lain secara syariah daripada menjual asset likuidnya agar mendapat likuiditas dalam hal bank syariah memiliki asset likuid.
3)        Secara ekonomis lebih menguntungkan melakukan kombinasi antara keduanya.
2.    Bila terjadi kelebihan likuiditas, bank syariah menempatkan dana antara lain dengan:
a.         Membeli aset likuid agar likuiditasnya produktif.
b.        Menempatkan dana ke bank syariah lain atau institusi lain secara syariah dalam hal:
1)        Tidak tersedia aset likuid syariah di pasar, atau
2)        Secara ekonomi lebih menguntungkan menempatkan dana ke bank syariah lain atau institusi lain secara syariah daripada membeli asset likuid agar likuiditasnya produktif.
3)        Secara ekonomis lebih menguntungkan melakukan kombinasi dengan melakukan kombinasi keduanya.[7]

E.     Instrumen Manajemen Likuiditas
Instrumen yang saat ini tersedia untuk melakukan manajemen likuiditas bank syariah melalui Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) antara lain sebagai berikut:
1.      Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
SBIS adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, karakteristik SBIS:[8]
a.       Menggunakan akad ju’alah
b.      Satuan unit sebesar Rp. 1000.000,00
c.       Berjangka waktu paling kurang 1 bulan dan paling lama 12 bulan
d.      Diterbitkan tanpa warkat (scriples)
e.       Dapat digunakan kepada Bank Indonesia
f.       Tidak dapat diperdagangkan di pasar skunder
Akad ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan tertentu (‘iwadh/ju’l) atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan. Dalam hal ini BI menugaskan kepada bank-bank syariah “carikan dana sejumlah sekian untuk jangka waktu sekian lama; bila berhasil maka akan aku beri imbalan atas keberhasilanmu itu”. Secara lebih rinci, fatwa DSN-MUI No. 64/2007 mengatur sebagai berikut, ketentuan akad:
a.       SBIS ju’alah sebagai instrument moneter boleh diterbitkan untuk pengendalian moneter dan pengelolaan likuiditas perbankan syariah.
b.      Dalam SBIS ju’alah, Bank Indonesia bertindak sebagai ja’il (pemberi pekerjaan); bank syariah bertindak sebagai maj’ulah (penerima pekerjaan); dan objek/underlying ju’alah (mahall al-‘aqd) adalah persitipasi bank syariah untuk membantu tugas bank Indonesia dalam pengendalian moneter melalui penyerapan likuiditas dari masyarakat dan menempatkannya di Bank Indonesia dalam jumlah dan waktu tertentu.
c.       Bank Indonesia dalam operasi moneternya melalui penerbitan SBIS mengumumkan target penyerapan likuiditas kepada bank-bank syariah sebagai upaya pengendalian moneter dan menjanjikan imbalan (reward/’iwadh/ju’l) tertentu bagi yang turut berpartisipasi dalam pelaksanaannya.
Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN)- Majlis Ulama Indonesia, SBIS juga dapat diterbitkan dengan menggunakan akad mudharabah, musyarakah, wadiah, qardh, dan wakalah. Selanjutnya BI mengatur lebih rinci sebagai berikut:
a.       SBIS diterbitkan melalui mekanisme lelang.
b.      Pihak yang dapat ikut seta dalam lelang SBIS:
1)        Bank Umum Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS) atau pialang yang bertindak untuk dan atas nama BUS/UUS; dan
2)        BUS atau UUS, baik sebagai peserta tidak langsung, wajib memenuhi persyaratan Financing to Deposit Ratio (FDR) yang ditetapkan Bank Indonesia.
c.       Bank Indonesia memberikan imbalan atas SBIS yang diterbitkan.[9]
2.      Deposito Antar-Bank Syariah
Sebagai sarana pengelolaan likuiditas, Bank Syariah dapat menggunakan sarana deposito antarbank, baik dalam penempatan dananya maupun dalam memenuhi kebutuhan dananya. Deposito antarbank ini menggunakan prinsip mudharabah. Mudharabah adalah perjanjian antara penanam dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha guna memperoleh keuntungan, dan keuntungan tersebut akan dibagikan kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakatai sebelumnya.
3.      Sertifikat Investasi Mudharabah Antar-Bank Syariah (SIMA)
Adalah sertifikat yang diterbitkan oleh Bank Syariah atau UUS yang digunakan sebagi sarana investasi jangka pendek di PUAS dengan akad mudharabah.
SIMA diterbitkan oleh bank pengelola dana (Bank Syariah atau UUS) dengan jangka waktu paling lama 365 hari dan dapat diperjualbelikan (tradeable), sepanjang belum jatuh tempo. SIMA yang diterbitkan oleh bank pengelola dana harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.     Diterbitkan dengan akad mudharabah
b.    Dapat diterbitkan baik dalam rupiah maupun valuta asing
c.    Dapat diterbitkan dengan atau tanpa warkat (scriptless), dengan sekurang-kurangnya mencantumkan invormasi: nalai nominal investasi; nisbah bagi hasil; jangka waktu investasi; indikasi tingkat imabalan SIMA sebelum didistribusikan pada bulan terakhir.
d.    Berjangka waktu satu hari (overnight), sampai 365 hari
e.     Dapat diperdagangkan (tradable) sepanjang belum jatah waktu
Mekanisme penerbitan SIMA tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Bank Syariah atau UUS dapat menerbitkan SIMA
b.      Bank Syariah, UUS, atau Bank Konvensional dapat membeli SIMA
c.       Penerbitan SIMA menginformasikan kepada pembeli SIMA antara lain:
1)        Nilai nominal investasi;
2)        Nisbah bagi hasil;
3)        Jangka waktu investasi;
4)        Indikasi tingkat imbalan SIMA sebelum didistribusikan pada bulan terahir.
d.      Dalam hal terjadi pemindahtanganan SIMA, pembeli SIMA terahir harus memberitahukan kepada penerbit SIMA. Hal ini dimaksudkan agar memudahkan penerbit SIMA dalam membayar nominal investasi pada saat jatuh waktu dan pembayaran imbalan.
4.      Fasilitas Bank Indonesia Bank Syariah (FASBIS)
Jangka waktu FASBIS maksimum 7 hari dengan sistem imbalan berupa fee, dan diterbitkan tanpa bukti kepemilikan (warkat) melainkan bukti pendebetan atau pengkreditan rekening giro bank berupa convirmation advice pada system BI-RTGS. Tidak dapat diperdagangkan, tidak dapat diagungkan, dan tidak dapat dicairkan sebelum jatuh waktu.
5.      Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Bagi Bank Syariah (FPJPS)
Adalah instrument dari Bank Indonesia sebagai The Leader Of Last Resort bagi Bank-bank syariah yang mengalami kesulitan likuiditas atau kesulitan pendanaan jangka pendek yang disebabkan oleh terganggunya arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar (mismatch).
Bank syariah yang mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek sehingga pada akhir hari tidak dapat menyelesaikan kewjibannya, dapat memperoleh FPJPS. FPJPS diberikan maksimum sebesar kewajiban yang tidak dapat diselesaikan.[10]
Tujuan dari diberlakukan FPJPS ini, adalah untuk membantu Bank Syariah mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek, namun memenuhi persyaratan tingkat kesehatan dan permodalan (illiquid but solvent). Dan mekanisme operasional FPJPS yaitu: penggunaan FPJPS dilakukan dengan alasan, karena apabila saldo negative tersebut tidak ditutup sampai dengan pukul 09.00 WIB, hari kerja berikutnya, maka bank tersebut dapat dikenakan sanksi penghentian sementara dari kliring local Bank Indonesia. Rumus perhitungan besarnya imbalan FPJPS adalah:
X = P x R x k x t/360
Keterangan:
X = Besarnya imbalan yang diterima Bank Indonesia
P = Jumlah nominal FPJPS
R = Realisasi tingkat imbalan sebelum didistribusikan pada bulan terakhir atas deposito mudharabah 1 bulan bank penerima FPJPS dalam hal deposito mudharabah 3 bulan tidak tersedia.[11]
6.      Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum Berdasarkan Prinsip Bank Syariah (FLIS)
Untuk mengatasi timbulnya kemacetan dalam sistem pembayaran dalam implementasi BI-RTGS maka Bank Indonesia memandang perlu untuk menyediakan fasilitas pendanaan untuk jangka waktu yang sangat pendek berdasarkan prinsip syariah selama waktu operasional system BI-RTGS dalam bentuk FLIS-RTGS yang wajib dilunasi leh bank pada akhir hari yang sama.
Di samping itu, untuk mengantisipasi kemungkinan kegagalan bank dalam memenuhi kewajibannya sebagai peserta dalam SKNBI, Bank Indonesia juga memandang perlu untuk menyediakan fasilitas pendanaan untuk jangka waktu yang sangat pendek berdasarkan prinsip syariah selama waktu operasional berupa FLIS Kliring yang wajib dilunasi pada akhir hari yang sama.
Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah (FLIS) didefinisikan sebagai berikut:
a.       FLIS adalah fasilitas pendanaan yang disediakan Bank Indonesia kepada bank dalam kedudukan sebagai peserta Sistem BI-RTGS (BI- Real Time Gross Settlement) dan SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia), yang harus dilunasi pada hari yang sama dengan hari penggunaan.
b.      FLIS dalam rangka RTGS bagi bank yang selanjutnya disebut dengan FLIS-RTGS adalah FLIS untuk mengatasi kesulitan pendanaan bank yang tejadi selama jam operasional system BI-RTGS.
c.       FLIS dalam rangka Kliring bagi bank yang selanjutnya disebut FLIS Kliring adalah FLIS untuk mengatasi kesulitan pendanaan bank yang terjadi saat penyelesaian akhir atas hasil kliring debet.[12]

F.     Tabel Indikator Bank Syariah dan Bank Umum Propinsi DIY[13]

PENUTUP
A.    Kesimpulan
Likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban hutang-hutanya, dapat membayar kembali semua deposannya, serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan para debitur tanpa terjadi penangguhan. Dalam terminologi yang hampir sama, dapat disebutkan bahwa likuiditas adalah kemampuan bank untuk menyediakan saldo kas dan saldo harta likuid yang lain untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya, khususnya untuk :
1. Menutup jumlah reserves required.
2. Membayar chek, giro berbunga, tabungan dan deposito berjangka milik nasabah yang diuangkan kembali.
3. Menyediakan dana kredit yang diminta calon debitur sehat, sebagai bukti bahwa mereka tidak menyimpang dari kegiatan utama bank yaitu pemberian kredit.
4. Menutup berbagai macam kewajiban segera lainnya.
5. Menutup kebutuhan biaya operasional perusahaan.
Instrumen Manajemen Likuiditas:
1.      Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
2.      Deposito Antar-Bank Syariah
3.      Sertifikat Investasi Mudharabah Antar-Bank Syariah (SIMA)
4.      Fasilitas Bank Indonesia Bank Syariah (FASBIS)
5.      Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Bagi Bank Syariah (FPJPS)
6.      Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum Berdasarkan Prinsip Bank Syariah (FLIS)

B.     Penutup
Berkat rahmat Allah SWT yang telah memberikan taufiq, hidayah, dan pertolongannya sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam tidak lupa penulis haturkan kepada Nabi kita Muhammad saw. yang telah memberikan uswatun hasanah (contoh yang baik) pada kita. Penulis menyadari sekalipun sudah mencurahkan segala usaha dan kemampuan menyusun makalah ini, namun masih terdapat kekurangan di sana sini tentu masih ada, karena memang manusia diciptakan dengan tetap membawa kekurangan dan keterbatasan kemampuanya.
Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak senantiasa penyusun harapkan, semoga skripsi ini dapat membawa manfaat khususnya bagi penyusun sendiri dan umumnya bagi yang membacanya Amin ya rabbal ‘alamiiin.


[1] Muchdarsyah Sinungan, Manajemen Dana Bank, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), Hlm. 98

[2] Kasmir, Pemasaran Bank, (Jakarta: Prenada Media, 2004), Hlm. 67

[3] Julius R. Latumaerissa, Mengenal Aspek-aspek Operasi Bank Umum, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), Hlm. 106
[4] Ibid, Hlm. 108
[5] Ibid, Hlm. 110
[6] Sofiniyah Ghufron, Konsep dan Implementasi Bank Syari’ah, (Jakarta: Renaisan, 2005), Hlm. 89

[7] Syafi’I Antoniio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2005), Hlm. 201
[8] Julius R. Latumaerissa, Mengenal Aspek-aspek Operasi Bank Umum, Hlm. 103

[9] Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: AMPYKPN, 2005), Hlm. 301
[10] Ibid, Hlm. 302-305
[11] Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Cetakan 4, (Jakarta: Pustaka Setia, 2006), Hlm. 202

[12] Ibid, Hlm. 310

1 komentar:

  1. Casino Slot Machines - Casino - 나비효과.com
    Casino Slot 당진 출장마사지 Machines. We provide a wide selection 바카라사이트 of 익산 출장안마 casino 영천 출장안마 games for 제주도 출장마사지 you to enjoy. Learn how to play slots, table games and live casino games at

    BalasHapus