DASAR PERTIMBANGAN DALAM MENENTUKAN TUJUAN PERUSAHAAN - Sofi Faiqotul Hikmah

Breaking

Ekonomi Syariah Solusi Ekonomi Dunia

About

BANNER 728X90

Jumat, 31 Maret 2017

DASAR PERTIMBANGAN DALAM MENENTUKAN TUJUAN PERUSAHAAN


                                                            Oleh Sofi Faiqotul Hikmah
1.    Pendahuluan
Ekonomi pada dasarnya mempelajari perilaku manusia sebagai agen konsumsi dan produksi. Faktor yang paling penting yang menentukan perilaku manusia adalah sistem nilai yang dipraktek dan diperjanjikan juga. Dengan demikian tidak mungkin untuk menyajikan gambaran yang realistis tentang perilaku manusia tanpa memberikan perhatian pada sistem nilai  yang dia juga patuhi.
Di bidang teoritis, ilmu ekonomi telah berkembang menjadi disiplin positif yang tanpa ada isi normatif. Tujuan diskusi ialah sebuah hipotesis yang disebut “akifitas ekonomi” yang diharapkan untuk berperilaku seperti para ekonom harapkan. Alasan untuk pendekatan ini yakni terdapat dua hal: pertama, ilmu ekonomi  mampu menghindarkan pembagian yang rumit  dari  berbagai  tujuan yang mereka dinyatakan tidak harus disepakati: kedua, pola perilaku aktifitas ekonomi seseorang  ditujukan pada  prediksi ekonomi.
Seperti hal nya sebuah pendekatan, meskipun,  berbagai persoalan ditentang dengan bermacam-macam.  Hal ini telah menjadi semakin jelas bahwa tidak ada penyelidikan obyektif pada manusia, karena mereka sebenarnya, dapat benar-benar terlepas dari pertimbangan moral atau etika. Hal ini tidak terpikirkan secara serius oleh para ekonomi untuk merumuskan kebijakan tanpa memberikan  beberapa perhatiaan pada kumpulan nilai-nilai yang begitu alamiah yang berhubungan dengan manusia.
Sepertinya kita semua menyadari, norma-norma dan nilai-nilai Islam melampaui batas-batas wilayah dan waktu, budaya serta hambatan rasial. Kenyataanya ilmu ekonomi tidak bisa lepas dari pengaruh nilai-nilai universal.
 Bab ini mencoba untuk melihat perilaku produsen atau perusahaan yang merupakan salah satu mendasari ekonom dan karenanya tunduk pada kritik yang telah disinggung di atas. Kami akan menyajikan perusahaan sebagai agen ekonomi dalam pencerahan dari teori kontemporer dan membandingkan perannya dalam aturan Islam. Bab ini terdiri dari empat bagian. Yang kedua adalah kesepakatan-kesepakatan tujuan maksimalisasi keuntungan perusahaan. Yang ketiga berkaitan dengan tujuan perusahaan dalam sistem Islam dan bagian terakhir menganalisis implikasi dari dalam sebuah sistem Islam.
2.    Tujuan Maksimalisasi Keuntungan Pada Perusahaan
1. Perusahaan Sebagai Sebuah Agen Ekonomi
Dalam studi produksi, ketika kita memaparkan dari bentuk-bentuk hukum organisasi (misalnya perusahaan, kerjasama) dan tipe-tipe aktifitas (misalnya pertanian, pertambangan, konstruksi, manufaktur, transportasi, jasa) kita memperoleh konsep produsen. Perannya adalah untuk memilih dan sebuah kelengkapan pelaksanaan rencana produksi. Sebuah rencana produksi adalah sebuah perincian dari jumlah semua input dan semua output nya. Sebuah rencana produksi yang diberikan, atau laporan singkat, produksi mungkin secara teknis bisa dilakukan atau teknis tidak dilakukan bagi seorang produser. Kumpulan semua produksi-produksi yang memungkinkan bagi produsen adalah kumpulan produksinya.
2. Teknik Efisiensi
Hal ini gunanya untuk memikirkan pada rincian teknik dari proses produksi. Baik tehnik itu berguna pada fokus kita dengan semua kemungkinan produksi. Kami hanya akan membatasi diri dengan produksi bersih dengan cara teknik efisiensi. Dengan ini kami berpandangan setiap perubahan yang tidak dapat diubah sehingga menghasilkan produksi bersih lebih besar pada satu barang tanpa hasil dalam produksi yang lebih kecil dari berbagai barang lain. Ini adalah kendala pertama. Secara intuitif kita mengatakan bahwa produsen akan memilih diantara proses produksi yang paling layak untuk nya, yakni proses yang secara teknis paling efisien. Kendala ini sering diambil untuk diberikan dan tidak secara eksplisit masuk ke dalam analisis pemaksimalan keuntungan. Kita akan memperoleh keuntungan dari hasil ini dikemudian hari.

3. Maksimalisasi Laba
Teori ekonomi konvensional menggganggap maksimalisasi keuntungan perusahaan sebagai tujuan tunggal perusahaan. Ini jelas apakah pada perusahaan penentu harga (persaingan sempurna), monopoli atau perusahaan duopoli dan lainnya.  Kami disini akan menyelidiki pada dua kasus pertama saja.
Ketika perusahaan menghadapi pasar pada persaingan sempurna, ia diasumsikan tidak memiliki pengaruh pada harga pasar dari barang yang dia jual. Oleh karena itu ia memiliki pertimbangan harga yang diberikan nya. Apakah dia tidak akan memilih teknik efisien rencana produksi hingga dia akan mampu untuk menghasilkan makanan yang jauh lebih efisien. Dengan demikian ia benar-benar mencoba untuk mengurangi  biaya per unit nya atau biaya rata-rata dan pada saat yang sama mungkin memperoleh pendapatan yang maksimum.
Para ekonom telah berteori itu dengan cara berikut. Mengingat bahwa perusahaan yang bersaing sempurna entah bagaimana akan memilih proses produksi yang efisien secara teknis, tingkat output yang dihasilkan akan berada pada titik di mana biaya marjinal sama dengan pendapatan marjinal (MR). Kesetaraan MC dan MR diperoleh sebagai konsekuensi antara penerimaan total dan biaya total, kita dapat dengan mudah menunjukkan bahwa pemaksimalan keuntungan  akan memerlukan MC = MR. Meskipun ini merupakan kondisi yang diperlukan, kondisi yang cukup mensyaratkan bahwa tingkat kenaikan MR harus kurang dari tingkat kenaikan di MC.
Dalam kasus monopoli, harga tidak diberikan. Sebaliknya dia bisa mendikte harga yang dia inginkan untuk keuntungan dari produknya. Lebih lanjut, ia juga dapat menentukan jumlah output yang ingin hasilkan. Tapi dalam kedua kasus tersebut, prinsipnya tetap sama. Pelaku monopoli masih akan menyamakan  MC nya dan MR untuk memaksimalkan keuntungan. Output yang dihasilkan akan berada di titik di mana tingkat kenaikan MR kurang dibandingkan dengan MC. Satu-satunya perbedaan di sini adalah bahwa ia mungkin menetapkan harga  yang dia inginkan pada produk nya dan, atas dasar harga ini, ia akan menentukan tingkat output yang akan dihasilkan.
4. Keuntungan Normal dan tidak Normal
Para ekonom telah menetapkan keuntungan normal seperti yang dijamin keuntungan ketika biaya rata-rata sama dengan rata-rata pendapatan. Lebih penting lagi, laba normal termasuk keuntungan untuk pengusaha sebagai faktor produksi. Dengan kata lain, ketika perusahaan memperoleh keuntungan normal, semua faktor-faktor produksi yang terlibat dalam proses produksi telah menerima bagiannya masing-masing, menurut para kaum marginal, sama nilai nya dari tambahan produk setiap faktor.
Keuntungan tidak normal terdapat  dua jenis: keuntungan diatas normal dan dibawah normal. Keuntungan diatas normal diperoleh ketika pendapatan rata-rata melebihi biaya rata-rata, perusahaan dikatakan mendapatkan  dibawah keuntungan normal atau secara sederhana sebuah kerugian.
Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa super-normal keuntungan sesungguhnya melebihi keuntungan normal. Oleh karena itu pembagian karena tiap faktor produksi atau kenaikan nilai produk mereka berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada yang diperoleh ketika perusahaan memperoleh keuntungan normal.

5. Kritik Pada Maksimalisasi Keuntungan
Sebuah perusahaan dikatakan rasional jika tujuan satu-satunya adalah untuk memaksimalkan keuntungan. Pandangan ilmu ekonomi konvensional ini selalu berangkat dari sebuah kenyataan. Kita tahu bahwa perusahaan tidak dapat eksis dengan sendirinya. Mereka perlu untuk beroperasi di masyarakat harus hanya membuat keuntungan. Dengan demikian, ada pembenaran bagi perusahaan untuk melayani masyarakat merupakan bagian dari membuat keuntungan. Dalam mencari keuntungan, perusahaan selalu beroperasi tidak secara optimal. Dengan kata lain, perusahaan tidak beroperasi dengan kapasitas maksimum. Alasannya adalah sebagai berikut:
Kondisi perlu dan cukup untuk keuntungan maksimum tidak berarti produksi dengan biaya rata-rata minimum. Pertimbangan utama adalah bahwa, selama output tambahan akan menghasilkan pendapatan tambahan yang lebih tinggi daripada biaya tambahan, perusahaan dikatakan dapat meningkatkan labanya. Untuk sebuah perusahaan murni kompetitif, dalam jangka panjang, output akan diproduksi pada tingkat di mana biaya rata-rata minimum. Oleh karena itu perusahaan dikatakan beroperasi secara optimal. Untuk monopoli, dalam jangka panjang, meskipun  ia hanya berpenghasilan keuntungan normal, output tidak diproduksi dengan biaya rata-rata minimum. Hal ini terutama karena pertimbangan diberikan kepada pencapaian tujuan memaksimalkan keuntungan. Selain itu, di dunia nyata, persaingan murni tidak ada karena adanya ketidaksempurnaan pasar. Dalam jangka panjang, efisiensi ekonomi diwakili oleh MR = MC selalu tercapai tetapi  teknik efisiensi tidak.
Argumen terhadap maksimalisasi keuntungan dalam konteks ini adalah bahwa tujuan ini dikejar dengan mengorbankan baik konsumen yang akan harus membayar  yang jauh lebih tinggi mark-up atau di biaya faktor produksi, khususnya tenaga kerja. Eksploitasi terus terjadi dan tak ketahuan. Bahkan mereka tidak masuk dalam pencatatan yang baik. Alasan utama adalah bahwa, sebagai agen ekonomi yang berperilaku rasional, maksimalisasi keuntungan meskipun apakah  dengan cara yang kejam atau tidak bermoral.

3.    Tujuan Perusahaan dalam Perspektif Islam

           Para ahli ekonomi telah mencirikan sebuah perusahaan yang rasional dengan memaksimalkan keuntungan-keuntungan. Mereka telah lebih jauh perpandangan dengan membuat tujuan tunggal perusahaan meskipun sifatnya tidak optional dan eksploitasi. Islam tidak berpandangan untuk membuat keuntungan seperti itu. Namun, praktik maksimalisasi keuntungan ini yang tidak mempertimbangkan efisiensi ekonomi dan mengabaikan implikasi buruk pada masyarakat dan penerimaan ekonomi seperti itu, tidak disetujui oleh beberapa sarjana muslim.
a.    Pandangan Islam terhadap keuntungan
Faktanya adalah, Islam menyarankan orang percaya untuk berhasil dalam kehidupan ini maupun di akhirat. Hal ini memaksa mereka untuk secara aktif menggunakan sebaik-baiknya semua material yang tersedia khususnya dalam perdagangan dan menganggap keuntungan sebagai karunia Allah (Al–Qur‘an 2:198, 62:10, 73:20 dan lainnya). Islam juga menyadarkan manusia untuk tidak cinta berlebihan terhadap berbagai keuntungan duniawi (Al–Qur‘an 100:8). Konsekuensinya Islam memerintahkan orang untuk menjadi orang yang sewajarnya dalam mengejar keuntungan, berperilaku dengan cara yang ditentukan, dan memperoleh dengan cara yang sah, tidak dengan jumlah yang terlalu tinggi. Konsep halal dan haram dalam Islam adalah mampu menjaga setiap muslim pada jalan yang benar. Jika konflik terjadi antara kekayaan dan kebajikan, kita harus mengikuti hanya pada hal yang disahkan dan dianjurkan meskipun itu menimbulkan kerugian. (Al–Qur‘an 5:103)


b.    Saran Alternatif oleh Ekonom Muslim
Sejak maksimalisasi keuntungan sabagai sebuah teori dan dipraktekkan  menyimpang dari prinsip-rinsip Islam, beberapa sarjana telah menawarkan saran alternatif. Siddiq (1972) mengusulkan maksimalisasi keuntungan dibatasi. Dia mengutip "kepatuhan penuh dengan konsep Islam (sosial) keadilan" dan "tanggap terhadap kesejahteraan orang lain" sebagai dasar utama. Dia berpendapat bahwa pembatasan keuntungan maksimal berakibat pada:
1)    Para produsen tidak akan memaksimalkan keuntungan mereka jika, dan ketika, mereka merasa bahwa dengan menurunkan profit margin, mereka dapat memajukan kebaikan masyarakat dengan memenuhi pemuasan kebutuhan yang tak terbatas.
2)    Tidak ada Produsen dalam keadaan apapun, akan meningkatkan keuntungan nya pada biaya tambahan secara eksplisit kepada konsumen atau pesaingnya.. "Produsen umumnya akan puas dengan keuntungan yang memuaskan" (Siddiqi, 1972, p.136).

Siddiqi mencoba untuk mendefinisikan "keuntungan memuaskan" dengan mengacu pada batas terendah dan tertinggi. Batas tertinggi adalah laba tertinggi yang diizinkan oleh keadaan (tanpa melanggar bagian yang mengikat secara hukum dari kode etik Islam). Batas terendah adalah bahwa tingkat keuntungan yang akan membayar produsen kehidupan yang layak, dan beberapa kelebihan untuk menutup rata-rata kerugian. Keuntungan yang memuaskan adalah setiap keuntungan di antara dua batasan yang telah ditentukan di atas. Gagasan dari kepuasan ini bersifat subyektif dan samar-samar. Selain itu, tidak diperlukan analisis yang teliti dari permasalahan penetapan tujuan perushaan.
Kahf (1973) menolak maksimalisasi keuntungan karena tidak bersahabat dengan pemikiran Islam dalam hal cakrawala waktu dan konotasi "sukses". Kahfi juga menawarkan maksimalisasi keuntungan dibatasi menjadi kendala biaya dan tingkat minimum kebaikan dijamin oleh kedua nilai-nilai etika dan undang-undang. gagasan pembatasan keuntungan maksimal juga dikemukakan oleh Chapra (1970).
Berdasarkan saran di atas dapat dipandang sebagai keragaman tujuan (termasuk tujuan non-ekonomi) atau pembatasan keuntungan maksimal. Dalam kasus apapun, jika kita mengadopsi itu dan menyerahkan kesederhanaan, maksimalisasi tak terbatas, perilaku perusahaan terhenti menjadi diprediksi dan seragam. Kekakuan seperti yang ditemukan dalam teori konvensional perusahaan juga akan hilang karena masuknya variabel yang tak dapat dihitung.
Ariff (1978) tidak menemukan "keuntungan normal", yang diterima oleh perusahaan murni kompetitif, keberatan. Namun, menolak maksimalisasi keuntungan dalam situasi persaingan monopolistik, oligopoli, monopoli, dll, yang menghasilkan keuntungan abnormal. Dia berpendapat bahwa tidak adanya maksimalisasi keuntungan (yang diukur oleh MR = MC) tidak akan menurunkan motivasi pengusaha untuk menjadi efisien. Mereka akan terus begitu dengan memilih rencana yang optimal dan meminimalkan biaya. Dia menyarankan bahwa pengusaha muslim harus mencari kesetaraan antara biaya rata-rata dan pendapatan rata-rata bukan kesetaraan antara MR dan MC. Ini berarti output yang lebih tinggi dan harga yang lebih rendah, mengingat jadwal permintaan kemiringan negatif. Dia secara implisit menunjukkan maksimalisasi output sebagai tujuan alternatif perusahaan. Dia berkomentar bahwa diberi garis harga horisontal, memaksimalkan output akan mirip dengan memaksimalkan (nomal) keuntungan jika  permintaan tetap menurut garis singgung pada kurva biaya rata-rata. Jika permintaan tetap horisontal lebih tinggi daripada biaya rata-rata minimum, perusahaan akan memilih tingkat output yang lebih tinggi untuk memperoleh keseluruhan keuntungan yang lebih tinggi .
Saran Ariff ini menarik karena memaksimalkan output (ketika AC = AR) perilaku perusahaan ini mirip dengan etika Islam melayani masyarakat. Sementara mereka mampu mendapat keuntungan normal, mereka juga memproduksi barang untuk keuntungan konsumen yang akan membayar harga yang lebih rendah. Namun, perusahaan akan beroperasi secara optimal karena biaya rata-rata yang lebih tinggi. Hal ini berlaku apakah perusahaan menghadapi sebuah permintaan tetap horizontal atau kemiringan negatif.

c.    Berbagai  Tujuan
Produsen adalah agen ekonomi sebagaimana mereka adalah hamba-hamba Allah. Perilaku mereka harus sesuai dengan perintah Islam seperti yang telah disajikan di atas. Dengan demikian kita secara kategoris menolak maksimalisasi keuntungan dalam arti kapitalis terutama ketika hasilnya adalah  diatas normal keuntungan. Alasan utama penolakan ini adalah bahwa hal itu berkonotasi ketidakpedulian terhadap masyarakat umum yang baik selain operasi inoptimal dan sifat eksploitatif.
Kami memang mengakui perlunya memberikan keuntungan keuntungan minimum pengusaha, investasi dan ekspansi perusahaan. Kami juga mengakui tugas produsen 'kepada masyarakat seperti yang dipersyaratkan oleh Islam. Pada dasarnya tujuan pengusaha itu harus meliputi membuat keuntungan yang wajar dan menyediakan barang umum masyarakat.
Keuntungan yang wajar di sini dimaksudkan untuk menjadi keuntungan normal yang akan mengurus biaya terkait dengan seluruh faktor produksi, termasuk kebutuhan pengusaha itu. Sementara barang umum masyarakat termasuk peran perusahaan barang memproduksi dalam kelimpahan untuk menurunkan harga. Untuk tujuan yang dapat dihitung, output dan harga harus menjadi variabel utama yang harus dimasukkan sebagai tujuan perusahaan.
Dalam rangka untuk mewakili berbagai tujuan perusahaan, seseorang dapat menggunakan fungsi multivariasi dengan jumlah variabel penjelas atau argumen sama dengan jumlah sasaran atau tujuan perusahaan. Kita bisa menyebutnya tujuan berfungsi dilambangkan dengan F yang dapat berdiri untuk 'falah'. Kami menggunakan istilah 'falah' hanya karena tujuan akhir dari seorang Muslim diperlukan 'falah' atau 'keberhasilan' dalam dunia dan akhirat. Demi eksposisi, kita dapat menulis:
Dimana keuntungan, harga, dan output, dan variabel yang diukur, yang diwakili oleh x itu. X lain (n-3) dari mereka, dapat mewakili tujuan-tujuan lain. Kami mungkin memiliki dasar untuk setiap variabel termasuk dalam fungsi ini, jika perlu, memang ada metode yang tersedia subjek F memaksimalkan keterbatasan, sehingga secara matematis itu bukan masalah yang mustahil untuk dipecahkan. Untuk melangkah lebih jauh, kita bahkan dapat menetapkan bobot untuk masing-masing variabel sehingga bobot, f, jumlah untuk kesatuan. Tujuan dari pemberian bobot tersebut adalah untuk menunjukkan pentingnya hubungan variabel atau tujuan untuk tujuan-tujuan lain. Menetapkan bobot secara matematis berarti kita tahu secara teori yang tujuannya yang saling terkait.
Fungsi F benar-benar nilai yang dimuat dan karenanya memiliki keuntungan dari kedua interpretasi kualitatif. Kedua, F funtion adalah umum cukup untuk trent situasi dunia nyata dan tidak terbatas pada situasi idealis saja.
4. Implikasi terhadap perekonomian
Keragaman tujuan mungkin atau mungkin tidak memungkinkan analisis teori yang mendalam. Ini dapat dilakukann jika variabel dimasukkan sebagai tujuan yang tidak dapat diukur.
Karena kita belum penelitian ke subjek, kita hanya bisa membuat pernyataan berikut:
a.    Dengan keragaman tujuan atau tujuan, karena perusahaan akan mampu fungsi dengan cara yang di allignment dengan suntikan-suntukan Islam. Pencapaian 'falah' memerlukan keseimbangan antara material dan pencapaian spritual.
b.    Secara khusus, perusahaan harus mampu mengumpulkan jumlah kekayaan yang cukup untuk berekspansi untuk kebaikan umum.
c.    Pelanggan dalam sebuah masyarakat Islam cenderung akan lebih baik jika output yang lebih tinggi dan harga lebih rendah. Keuntungan yang berlebihan dalam arti diatas normal mungkin tidak akan diperoleh oleh perusahaan namun akan diteruskan kepada pelanggan dalam bentuk lebih banyak output dengan harga Menurunkan.
d.    Jenis barang yang diproduksi akan diharapkan untuk menjadi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Hanya ketika kebutuhan dasar telah terpenuhi bahwa perusahaan itu akan masuk ke produksi barang untuk kemudahan lainnya.
e.    Kesejahteraan umum pada masyarakat tidak hanya beban negara, tetapi dapat digunakan bersama oleh pengusaha.
Sebagai kesimpulan kami ingin menekankan bahwa penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengembangkan teori perusahaan untuk alasan yang jelas.




Catatan kaki
1.    Karena biaya dan pendapatan keduanya fungsi Q output, kita dapat menulis fungsi keuntungan sebagai:
Kondisi urutan pertama kemudian adalah ketika Π '(Q) = R' (Q) - C '(Q)
i.e ketika R '(Q) = C' (Q) atau MR = MC. Kondisi orde kedua membutuhkan
  Π "(Q) <0 atau R" (Q) <C "(Q). i.e saat
d / dQ (MR) <d / dQ (MC)
2.    Nabi (saw) telah menyampaikan, "Takutlah akan Allah dan mempermudah dalam mengejar kekayaannmu, mengambil hanya apa yang diperbolehkan dan meninggalkan apa yang dilarang".
3.    Islam melarang praktek fraudulant, perdagangan hal inpure seperti anggur, babi dan hewan yang disembelih tidak benar, barang publik seperti air, api, rumput. Ini harus sesuai dalam takaran dan ukuran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar