OPERASIONAL BANK SYARIAH - Sofi Faiqotul Hikmah

Breaking

Ekonomi Syariah Solusi Ekonomi Dunia

About

BANNER 728X90

Jumat, 13 November 2015

OPERASIONAL BANK SYARIAH



PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna dibanding makhluk Allah yang lain. Dalam melaksanakan kehidupan manusia tidak dapat melaksanakannya sendiri dan masih membutuhkan bantuan orang lain. Lembaga keuangan mempunyai peran penting untuk memenuhi kebutuhan manusia, salah satunya adalah lembaga keuangan di bidang perbankan. Lembaga keuangan perbankan mempunyai fungsi yang sangat penting, yaitu menghimpun dana dari masyarakat, menyalurkan dana untuk dikelola, dan memberikan jasa-jasa keuangan yang lain yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Dunia ekonomi Islam adalah dunia bisnis dan investasi, hal ini bisa dicermati mulai dari tanda-tanda eksplisit untuk melakukan investasi. Larangan riba untuk mendorong optimalisasi investasi, serta larangan maysir atau judi dan spekulasi untuk mendorong produktifitas atas setiap investasi. Sesuai dengan labelnya, bank syariah adalah institusi keuangan yang berbasis syariat Islam, hal ini berarti secara makro bank syariah adalah institusi keuangan yang memposisikan dirinya sebagai pemain aktif dalam mendukung dan memainkan kegiatan investasi di masyarakat sekitarnya.[1]
Seiring dengan berjalannya waktu, lembaga keuangan (Financial Institution) terutama perbankan syariah mengalami perkembangan yang signifikan walaupun awalnya sempat mengalami kegagalan. Perkembangan perbankan yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah cukup menggembirakan, hal ini mengingat sebagian besar masyarakat Indonesia yang beragama Islam enggan untuk melakukan transaksi yang tidak berdasarkan prinsip syariah.
Selain itu, dimensi keberhasilan bank syariah meliputi keberhasilan dalam mengoprasionalkan dana yang masuk dan dana yang keluar agar terjadi kestabilan likuiditas, dan tentunya breroperasi berdasarkan prinsip syariah.

B.       Rumusan Masalah
1.    Bagaimana perkembangan perbankan Islam di Indonesia sejak pertama  didirikannya BMI mulai tahun 1992?
2.    Bagaimana berdiri dan beroprasinya BMT sebagai lembaga awal yang menitikberatkan pada pengusaha mikro pada tahun 1994?
3.    Bagaimana operasional bank syariah serta data statistik BI jumlah lembaga keuangan syariah dan jumlah kantor perbankan syariah?

C.      Tujuan Pembahasan
1.      Untuk mengetahui bagaimana perkembangan perbankan Islam di Indonesia sejak pertama  didirikannya BMI mulai tahun 1992.
2.      Agar lebih mengetahui berdirinya dan beroprasinya BMT sebagai lembaga awal yang menitikberatkan pada pengusaha mikro pada tahun 1994.
3.      Untuk lebih mengetahui bagaimana operasional bank syariah serta data statistik BI jumlah lembaga keuangan syariah dan jumlah kantor perbankan  syariah.

D.      Manfaat Pembahasan
1.    Menambah khazanah keilmuan tentang perkembangan perbankan Islam di Indonesia sejak pertama  didirikannya BMI mulai tahun 1992.
2.    Bertambah pengetahuan tentang berdiri dan beroprasinya BMT sebagai lembaga awal yang menitikberatkan pada pengusaha mikro pada tahun 1994.
3.    Bertambahnya ilmu, khususnya tentang operasional bank syariah serta data statistik BI jumlah lembaga keuangan syariah dan jumlah kantor perbankan syariah di Indonesia.
PEMBAHASAN
                                                    OPERASIONAL BANK SYARIAH 

  




A. Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia
Yang dimaksud dengan Bank Syariah adalah bank yang kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip syariah/hukum Islam, dan dikenal juga dengan bank Islam. Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah.[2]
Sedangkan yang dinamakan dengan Bank Umum Syariah (BUS) adalah bank umum yang secara penuh beroperasi berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Unit Usaha Syariah (UUS) adalah unit kerja di kantor pusat bank umum konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang syariah dan atau unit syariah.
Office Chanelling (OC) adalah layanan syariah; dimana kantor cabang bank syariah membuka layanan syariah di kantor cabang bank konvensional induknya. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.[3]   
Di Indonesia, bank syariah yang pertama didirikan pada tahun 1992 adalah Bank Muamalat. Bila pada tahun 1992-1998 hanya ada satu unit bank syariah di Indonesia, maka pada tahun 1999 jumlahnya bertambah menjadi tiga unit. Pada tahun 2000, bank syariah maupun bank konvensional yang membuka Unit Usaha Syariah telah meningkat menjadi enam unit. Sedangkan jumlah BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah) sudah mencapai 86 unit dan akan masih bertambah. Di tahun-tahun mendatang, jumlah bank syariah ini akan terus meningkat seiring dengan masuknya pemain-pemain baru. Bertambahnya jumlah kantor cabang bank syariah yang sudah ada, maupun dengan dibukanya Islamic window di bank-bank konvensional.[4]
Dari sebuah riset yang dilakukan oleh Karim Business Consulting, diproyeksikan bahwa total aset bank syariah di Indonesia akan tumbuh sebesar 2.850% selama 8 tahun, atau rata-rata tumbuh 365.25% tiapa tahunnya. Sebuah pertumbuhan aset yang sangat mengesankan. Tumbuh kembangnya aset bank syariah ini dikarenakan adanya kepastian disisi regulasi serta berkembangnya pemikiran masyarakat tentang keberadaan bank syariah.[5]

B.       Lembaga BMT yang Beroprasi Mulai Tahun 1994
BMT (Baitul Maal Wat Tamwil) sebenarnya adalah lembaga swadaya masyarakat, dalam pengertian didirikan dan dikembangkan oleh masyarakat. Terutama sekali pada awal berdiri, biasanya dilakukan dengan menggunakan sumber daya, termasuk dana atau modal, dari masyarakat setempat itu sendiri. Pendirian BMT memang cukup banyak yang dibantu oleh “pihak luar” masyarakat lokal, namun hal itu lebih bersifat bantuan teknis.
Dapat dikatakan bahwa BMT merupakan suatu lembaga ekonomi rakyat, yang secara konsepsi dan secara nyata memang lebih fokus kepada masyarakat bawah, yang miskin dan nyaris miskin (poor and near poor). BMT-BMT berupaya membantu pengembangan usaha mikro dan usaha kecil, terutama melalui bantuan permodalan. Untuk melancarkan usaha membantu permodalan tersebut, yang baisa dikenal dengan istilah pembiayaan (financing) dalam khazanah keuangan modern, maka BMT juga berupaya menghimpun dana, yang terutama sekali berasal dari masyarakat lokal di sekitarnya. Dengan kata lain, BMT pada prinsipnya berupaya mengorganisasi usaha saling tolong menolong antar warga masyarakat suatu wilayah (komunitas) dalam masalah ekonomi.[6]
Fungsi utama BMT yaitu suatu lembaga keuangan syariah yang melakukan upaya penghimpunan dana dan penyaluran dana berdasarkan prinsip syariah. Prinsip syariah yang paling mendasar dan yang sering digunakan adalah sistem bagi hasil yang adil, baik dalam hal penghimpunan maupun penyaluran dana. Sampai sejauh ini, kebanyakan BMT berupaya menjalankan fungsi keuangan syariah tersebut secara professional dan patuh kepada syariah.
Sejarah gerakan BMT telah dimulai pada era 1980-an, antara lain dengan upaya penggiat masjid Salman ITB di Bandung menggagas lembaga Teknosa, lembaga semacam BMT, yang sempat tumbuh pesat, meski kemudian bubar.[7] Kemuadian ada Koperasi Ridha Gusti pada tahun 1988 di Jakarta, yang juga menggunakan prinsip bagi hasil. Pada bulan Juni 1992 di Jakarta muncul BMT Bina Insan Kamil, yang digagas oleh Zainal Mutaqien, Eries Mufti dan Istar Abadi.
Salah satu tonggak penting gerakan BMT adalah didirikannya Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (Pinbuk) pada tahun 1995 oleh Ketua Umum MUI, Ketua Umum ICMI dan Direktur Utama Bank Muamalat Indonesia. Pinbuk yang memperkenalkan serta memopulerkan istilah BMT. Pinbuk pula yang paling giat mendorong pendirian BMT di berbagai wilayah, disertai dengan bantuan teknis untuk hal tersebut. Pinbuk banyak mengadakan forum ilmiah, menerbitkan buku-buku petunjuk teknis, mengembangkan jaringan kerjasama, dan sebagainya yang memudahkan masyarakat yang mendirikan dan mengelola BMT secara baik. Tidak heran jika beberapa lembaga keuangan mikro syariah yang telah beroprasi pun banyak yang bertranformasi menjadi BMT.[8]
BMT yang didirikan pada pertengahan tahun 1990-an, yang sampai saat ini masih beroprasi dan mengalami perkembangan yang sangat baik. Antara lain: BMT Tamzis, Wonosobo (1992); BMT Binama, Semarang (1992); BMT Bina Umat Sejahtera, Rembang (1995); BMT Marhamah, Wonosobo (1995); BMT Ben Taqwa, Purwodadi (1996); BMT At Taqwa, Pemalang (1996); BMT Marsalah Mursalah Lil Ummah, Pasuruan (1997); dan lain-lain.
Statistik yang akurat tentang BMT memang belum tersedia. Menurut perkiraan Pinbuk, sampai dengan pertengahan tahun 2006, terdapat sekitar 3200 BMT yang beroprasi di Indonesia. Anggota dan calon anggota yang dilayani pada waktu itu mencapai 3 juta orang. Pinbuk memproyeksikan jumlahnya akan meningkat menjadi 10 juta orang pada tahun 2010, yang akan dilayani oleh lebih banyak BMT lagi, yang diperkirakan bertambah 1000-2000 BMT per tahun sampai dengan tahun tersebut.

C.      Konsep Operasional Bank Syariah
Bank syariah adalah lembaga keuangan yang berfungsi memperlancar mekanisme ekonomi di sektor riil melalui aktivitas investasi atau jual beli, serta memberikan pelayanan jasa simpanan atau perbankan bagi para nasabah. Mekanisme kerja bank syariah adalah sebagai berikut:[9]
1.      Bank syariah melakukan kegiatan pengumpulan dana dari nasabah melalui deposito/investasi maupun titipan giro dan tabungan.
2.      Dana yang terkumpul kemudian diinvestasikan pada dunia usaha melalui investasi sendiri (nonbagi hasil/trade financing) dan investasi dengan pihak lain (bagi hasil/investment financing).
3.      Ketika ada hasil (keuntungan), maka bagian keuntungan untuk bank dibagi kembali antara bank dan nasabah pendanaan.
4.      Di samping itu, bank syariah dapat memberikan berbagai jasa perbankan kepada nasabahnya.[10]
Secara teori bank syariah menggunakan konsep two tier mudharaba (mudharabah dua tingkat), yaitu bank syariah berfungsi dan beroprasi sebagai institusi intermediasi investasi yang menggunakan akad mudharabah pada kegiatan pendanaan (pasiva) maupun pembiayaan (aktiva). Dalam pendanaan bank syariah bertindak sebagai pengusaha atau mudharib, sedangkan dalam pembiayaan bank syariah bertindak sebagai pemilik dana shahibul maal. Selain itu, bank syariah juga dapat bertindak sebagai agen investasi yang mempertemukan pemilik dana dan pengusaha.[11]
Untuk lebih jelasnya, kita lihat table di bawah ini alur operasional bank syariah:
Dari gambar di atas, dapat dijelaskan bahwa dana yang dihimpun melalui prinsip wadiah yad dhamanah, mudharabah mutlaqah, ijarah, dan lain-lain, serta setoran modal dimasukkan ke dalam pooling fund. Pooling fund ini kemudian dipergunakan dalam penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan dengan prinsip bagi hasil diperoleh bagian bagi hasil/laba.[12]
Sesuai kesepakatan awal (nisbah bagi hasil) dengan masing-masing nasabah (mudharib atau mitra usaha); dari pembiayaan dengan prinsip jual beli diperoleh margin keuntungan; sedangkan dari pembiayaan dengan prinsip sewa diperoleh pendapatan sewa.[13] Keseluruhan dari pendapatan pooling fund ini kemudian dibagihasilkan antara bank dengan semua nasabah yang menitipkan, menabung, atau menginvestasikan uangnya sesuai dengan kesepakatan awal. Bagian nasabah atau hak pihak ketiga akan didistribusikan kepada nasabah, sedangkan bagian bank akan dimasukkan ke dalam laporan laba rugi sebagai pendapatan operasi utama. Sementara itu, pendapatan lain, seperti dari mudharabah muqayyadah (investasi terikat) dan jasa keuangan dimasukkan ke dalam laporan laba rugi sebagai pendapatan operasi lainnya.[14]

D.      Sumber Dana Bank Syariah
1.         Sumber dana bank syariah dari akad wadiah
Wadiah dapat diartikan sebagai titipan dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penyimpan menghendakinya. Wadiah itu dapat dibedakan menjadi:
a.       Wadiah yad amanah adalah Titipan dimana penerima titipan tidak boleh memanfaatkan barang titipan tersebut sampai diambil kembali oleh penitip.
b.      Wadiah yad dhamanah yaitu Titipan dimana barang titipan selama belum dikembalikan kepada penitip dapat dimanfaatkan oleh penerima titipan.
Baik tabungan wadiah maupun giro wadiah tidak diperkenankan cerukan (overdraft). Pendapatan dari sumber dana yang mempergunakan prinsip wadiah dhamanah pada dasarnya merupakan pendapatan bank syariah seluruhnya. Sumber dana dengan prinsip wadiah perlu diketahui berapa pendapatannya sehingga dapat dipergunakan sebagai pertimbangan dalam memberikan bonus kepada penitip.
2.         Sumber Dana dengan Akad Mudharabah
Mudharabah disebut juga Muqarradhah yang berarti bepergian untuk urusan dagang. Secara muamalah, Al-Mudharabah adalah akad kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengusaha (mudharib) untuk melakukan suatu usaha bersama. Keuntungan yang diperoleh dibagi antara keduanya dengan perbandingan nisbah yang disepakati sebelumnya.
Jenis mudharabah dapat dibedakan menajadi mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah. Mudharabah muthlaqah yaitu Dimana pemilik dana (shahibul maal) memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola (mudharib) untuk mempergunakan dana tsb dalam usaha yg dianggap baik dan menguntungkan. Sedangkan mudharabah muqayyadah yaitu Dimana pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha, dsb.

E.       Ciri Operasional Bank Berdasarkan Prinsip Syariat di Indonesia
1.      Pembinaan dan pengawasan;
Bank Islam dibina dan diawasi oleh Bank Indonesia sebagaimana halnya yang dilakukan terhadap bank konvensional.
2.      Keselarasan dengan Undang-Undang Perbankan;
Asas, fungsi, dan tujuan bank berdasarkan syariat selalu sejalan dengan asas, fungsi, dan tujuan bank sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang perbankan.
3.      Ikatan emosional dan peranan ulama;
Bank Islam memiliki ikatan emosional yang kuat dengan masyarakat Islam di sekitarnya. Faktor ulama mempunyai peranan yang besar dalam menunjang keberhasilan suatu bank Islam.[15]
4.      Dewan Pengawas Syariah dan fungsinya;
a.         Mengawasi operasional bank Islam agar tidak menyimpang dari ajaran agama.
b.        Memelihara akhlak dan moral para pengelola bank Islam dan para nasabahnya, sehingga terbina ikatan emosional yang kuat antara bank dengan masyarakat Islam di sekitarnya. Maka, baik dari sisi pengerahan dana masyarakat maupun dari sisi penyaluran dana kepada masyarakat akan berjalan dengan baik dan sejalan dengan prinsip syariah.
5.      Kelebihan likuiditas;
Pada awal berdirinya bank Islam, karena ikatan emosional telah terbina dengan baik oleh para ulama setempat, bank Islam akan dibanjiri para calon pemegang saham dan para penyimpan dana yang mengharapkan berkah dari investasinya. Akibatnya, kelebihan likuiditas adalah merupakan gejala yang normal terjadi pada bank Islam.
6.      Kebersamaan dalam memikul resiko dan berbagi hasil;
Baik dari sisi pengerahan dana maupun dari sisi penyaluran dana kepada masyarakat, asas kebersamaan merupakan dasar utama operasi bank Islam sehingga ada peluang bernegosiasi.[16]
7.      Produk-produk perbankan Islam;
a.       Pada sisi penghimpunan dana:
1)        Giro Wadiah
2)        Tabungan Mudharabah
3)        Deposito Mudhrabah
b.      Pada sisi penyaluran dana
1)      Pembiayaan bagi hasil, yang terdiri dari:
a)        Pembiayaan mudharabah
b)        Pembiayaan musyarakah
c)        Pembiayaan musyarakah mutanaqishah dan lain-lain
2)      Fasilitas pembiayaan pengadaan barang modal, yang terdiri dari:
a)      Pembiayaan murabahah
b)      Pembiayaan baiu bithaman ajil
c)      Pembiayaan salam
d)     Pembiayaan istisna’ dan lain-lain
3)      Fasilitas pembiayaan atas dasar sewa beli (ijarah) dan jaminan gadai.
4)      Fasilitas jasa perbankan lainnya, seperti pemberian jaminan (kafalah), pengalihan tagihan (hiwalah), pelayanan khusus (ji’alah), pembukaan L/C (wakalah), dan lain-lain.
5)      Fasilitas pembiayaan “pinjaman kebajikan” (qardul hasan) bagi mereka yang memenuhi syarat.[17]
8.      Daya jangka dan kemampuan penetrasi;
Daya jangkau dan penetrasi bank ini sangat luas, sehingga profesi onalisme dalam menerapkan prinsip kehati-hatian merupakan faktor yang sangat penting. Luasnya daya jangkau dan besarnya kemampuan penetrasi bank Islam adalah karena tak adanya sifat diskriminatif yang melekat pada bank Islam. Siapa saja nasabah yang usulan proyeknya benar-benar layak dibiayai.
9.      Fasilitas yang ideal dan primadona;
Fasilitas pembiayaan bagi hasil (mudhrabah dan musyarakah) merupakan fasilitas yang ideal bagi masyarakat, namun karena resikonya yang cukup besar, maka memerlukan persyaratan yang lebih ketat. Fasilitas yang merupakan primadona pada kebanyakan bank Islam adalah murabahah dan baiu bithaman ajil. Namun, fasilitas pembiayaan bagi hasil harus terus diupayakan penyalurannya.[18]
10.   Pendapatan bank Islam;
a.       Bagian bagi hasil yang diperoleh dari penggunaan fasilitas pembiayaan bagi hasil mudharabah dan musyarakah.
b.      Mark-up atau margin keuntungan dari penggunaan fasilitas pembiayaan pengadaan barang modal murabahah, baiu bithaman ajil, salam, dan istisna’.
c.       Sewa yang diperoleh dari fasilitas sewa beli dan jaminan gadai.
d.      Fee yang diperoleh dari penggunaan jasa-jasa yang tersedia pada bank Islam.
e.       Biaya administrasi dari penggunaan fasilitas pembiayaan kebajikan.
Seluruh pendapatan ini belum dikurangi dengan biaya overhead dan pajak terlebih dahulu dibagihasilkan dengan penyimpan dana (deposito dan tabungan) sesuai dengan porsi (nisbah) bagi hasil yang telah disepakati sebelumnya.[19]
11.  Transparansi bank Islam;
Bagi hasil dari usaha bank Islam yang dibagikan kepada para penyimpan dana pada awal-awal berdirinya, mungkin secara presentase belum setinggi tingkat bunga deposito bank kovensional. Untuk dapat tetap bersaing secara ekonomis, tidak ada halangan bagi bank Islam untuk secara sukarela menyerahkan sebagian porsi bagi hasilnya untuk memperbesar porsi bagi hasil penyimpan dana. Penyerahan sebagian porsi bagi hasil bank untuk memperbesar porsi bagi hasil penyimpan dana tidak boleh menjadi beban nasabah di sisi penyaluran dana. Sebaliknya, apabila tingkat bunga deposito bank konvensional turun, bank Islam tidak diperkenankan mengurangi porsi bagi hasil penyimpan dana. Praktik menyesuaikan dengan tingkat bunga konvensional ini akan mengakibatkan hilangnya tranparansi yang menjadi ciri khas yang melekat pada bank Islam.
12.  Sistem pembukuan berbasis tunai;
Dalam pembukuan, bank Islam hanya mengenal penerimaan dan pengeluaran yang benar-benar terjadi saja. Oleh karena itu, sistem yang lazim digunakan bank Islam adalah sistem pembukuan yang berbasis tunai (cash basis).[20]
13.  Penyelesaian pembiayaan bermasalah;
Sebagai konsekuensi dari sistem pembukuan berbasis tunai (cash basis), maka setiap ada gejala kesulitan yang dihadapi nasabah pemakai fasilitas pembiayaan bank Islam, harus segera diselesaikan dengan cara yang sesuai dengan prinsip syariat, yaitu:
c.    Dibuatkan perjanjian baru tanpa tambahan biaya;
d.   Diberi pinjaman baru dari pos pembiayaan kebajikan (al-qardhul hasan);
e.    Ditutup utangnya dari hibah zakat, infaq, shadaqah;
f.     Ditutup utangnya dari hasil sita jaminan;
g.    Ditutup utangnya dengan penyertaan sementara oleh bank Islam yang telah memenuhi syarat;[21]

F.       Jasa Operasional Bank Syariah
Jasa operasional yang ditawarkan oleh perbankan syariah Indonesia cukup banyak dan bervariasi untuk memenuhi kebutuhan usaha maupun pribadi. Jasa operasional yang ditawarkan perbankan syariah Indonesia pada dasarnya tidak berbeda dengan jasa produk yang ditawarkan perbankan konvensional, tetapi dengan menggunakan akad-akad syariah.[22] Akad yang digunakan oleh produk-produk pembiayaan ini sebagian besar menggunakan akad wakalah. Jasa operasional dan akad yang digunakan perbankan syariah di Indonesia dapat dilihat pada tabel:[23]
                   Produk/Jasa
                         Akad
Setoran Kliring
Wakalah
Kliring Antar Kota
Wakalah
RTGS
Wakalah
Inkaso
Wakalah
Transfer
Wakalah
Transfer Valuta Asing
Wakalah
Pajak Online
Wakalah
Pajak Impor
Wakalah
Referensi Bank
Surat Keterangan
Standing Order


G.      Jaringan Kantor dan Bank Syariah Menurut Data Statistik BI[24]

Indikator
2005
2006
2007
2008
2009
2010
BUS






Jumlah Bank
3
3
3
5
6
11
Jumlah Kantor
301
346
398
576
711
1154
UUS






Jumlah Bank
19
20
26
27
25
23
Jumlah Kantor
133
163
170
214
287
237
OC

456
1195
1470


BPRS






Jumlah Bank


114
131
139
148
Jumlah Kantor


185
202
223
282

Dari data statisktik yang diambil dari tahun 2005 sampai tahun 2010 tersebut, dapat dikatakan bahwa, pertumbuhan perbankan syariah dan jumlah kantor syariah mengalami kenaikan dan perkembangan yang tidak dapat diragukan lagi. Hal itu dikarenakan bank syariah dapat mendatangkan mashlahah bagi semua pihak.
Dalam Pasal 26 UU Perbankan Syariah juga menegaskan bahwa kegiatan usaha Bank Umum Syariah (BUS). Unit Usaha Syariah (UUS), dan Bank  Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) sebagaimana dimaksud wajib tunduk kepada prinsip syariah yang difatwakan oleh DSN-MUI. Substansi dari fatwa itulah yang nanti akan menjadi materi muatan dalam peraturan Bank Indonesia.[25]
Menurut hemat penulis nantinya perlu penegasan mengenai tugas dan kewenangan dari komite perbankan syariah. Hal ini penting mengingat sudah ada lembaga Dewan Syariah Nasional dan secara internal DPS yang berkompetensi dalam memberikan pendapat mengenai operasional dan produk perbankan syariah.
Perlu dibentuk mekanisme koordinasi dari lembaga-lembaga dimaksud sehingga adanya akan mengoptimalkan operasional bank syariah terutama terkait dengan ketaatan terhadap prinsip-prinsip syariah (sharia compliant).








KESIMPULAN
A.    Kesimpulan
Di Indonesia, bank syariah yang pertama didirikan pada tahun 1992 adalah Bank Muamalat. Bila pada tahun 1992-1998 hanya ada satu unit bank syariah di Indonesia, maka pada tahun 1999 jumlahnya bertambah menjadi tiga unit. Pada tahun 2000, bank syariah maupun bank konvensional yang membuka unit usaha syariah telah meningkat menjadi enam unit. Sedangkan jumlah BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah) sudah mencapai 86 unit dan akan masih bertambah lagi.
Dapat dikatakan bahwa BMT merupakan suatu lembaga ekonomi rakyat, yang secara konsepsi dan secara nyata memang lebih fokus kepada masyarakat bawah, yang miskin dan nyaris miskin (poor and near poor). BMT-BMT berupaya membantu pengembangan usaha mikro dan usaha kecil, terutama melalui bantuan permodalan. Sejarah gerakan BMT telah dimulai pada era 1980-an, antara lain dengan upaya penggiat masjid Salman ITB di Bandung menggagas lembaga Teknosa, lembaga semacam BMT, yang sempat tumbuh pesat, meski kemudian bubar. Secara sederhana, konsep operasional bank syariah adalah:
1.      Bank syariah melakukan kegiatan pengumpulan dana dari nasabah melalui deposito/investasi maupun titipan giro dan tabungan.
2.      Dana yang terkumpul kemudian diinvestasikan pada dunia usaha melalui investasi sendiri (nonbagi hasil/trade financing) dan investasi dengan pihak lain (bagi hasil/investment financing).
3.      Ketika ada hasil (keuntungan), maka bagian keuntungan untuk bank dibagi kembali antara bank dan nasabah pendanaan.
4.      Di samping itu, bank syariah dapat memberikan berbagai jasa perbankan kepada nasabahnya

B.     Penutup
Berkat rahmat Allah SWT yang telah memberikan taufiq, hidayah, dan pertolongannya sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini. \\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\shalawat serta salam tidak lupa penulis haturkan kepada Nabi kita Muhammad SAW yang telah memberikan uswatun hasanah (contoh yang baik) pada kita. Penulis menyadari sekalipun sudah mencurahkan segala usaha dan kemampuan menyusun makalah ini, namun masih terdapat kekurangan di sana sini tentu masih ada, karena memang manusia diciptakan dengan tetap membawa kekurangan dan keterbatasan kemampuanya.
Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak senantiasa penyusun harapkan, semoga skripsi ini dapat membawa manfaat khususnya bagi penyusun sendiri dan umumnya bagi yang membacanya Amin ya rabbal ‘alamiiin.




[1] Karnean Perwataatmadja, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), h. 05
[2] Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Muamalah, Jakarta: (Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 136 
[3] Burhanuddin S., Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), h. 176
[4] Wirdyaningsih, Dkk, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2007), h. 19
[5] Adiwarman Azwar Karim, Bank Islam (Analisis Fiqih dan Keuangan), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h. 15
[6] Awalil Rizky, BMT Fakta dan Prospek Baitul Maal wat Tamwil, (Yogyakarta: UCY Pres, 2007), h. 18
[7] Ibid, h. 19
[8] Adiwarman Azwar Karim, Bank Islam (Analisis Fiqh dan Keuangan), h. 14
[9] Burhanuddin S., Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah, h. 178
[10] Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 65
[11] Adiwarman Azwar Karim, Bank Islam (Analisis Fiqh dan Keuangan), h. 20
[12] Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), h. 30
[13] Ibid, h. 29
[14] Ibid, h. 32
[15] Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga, h. 65-66

[16] Abdullah Azwar Karim, Bank Islam (Analisis Fiqh dan Keuangan), h. 76-77
[17] Ibid, h. 79
[18] Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, h. 99
[19] Ibid, h. 101
[20] Http//Ciri-Operasional Bank Syariah.webs.com, (Diakses pada Tanggal 22 Mei 2013)
[21] Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga, h. 66
[22] Ibid, h. 67
[23] Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, h. 127
[24] Http// Statistik Bank Indonesia-Blogspot.com (Diakses pada Tanggal, 22 Mei 2013)
[25] Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perbankan Syariah, (Yogyakarta: Refika Aditama, 2009), h. 62

Tidak ada komentar:

Posting Komentar